Friday, February 29, 2008

Hidup Adalah Pilihan

Hidup Adalah Pilihan.
Kalimat di atas sering aku lemparkan saat diskusi bersama teman-temanku di suatu komunitas. Diskusi atau bahkan 'perang' mulut saat sudah mentok dengan ide dan komitmen komunitas. "Yasudahlah, kalau begitu keinginan kalian. Hidup memang pilihan." Itu komentarku terakhir untuk mengakhiri perdebatan tentang kesadaran dan komitmen komunitas.
Terakhir, aku pun hanya mencoba mengingat kata-kata tersebut serta mengingat teman-temanku di sana yang sudah banyak yang hilang kabarnya. Aku hanya bisa berkomunikasi via sms atau email atau blog ini.
Ternyata, mungkin sejarah itu terulang di haribaanku. terulang dalam artian hal itu ada kemiripan suasana dan kemiripan kondisi. Namun secara subjek itu berbeda. Lagi-lagi ini adalah masalah pilihan. Betul memang, bahwa hidup adalah pilihan dan kita selalu dihadapkan pada berbagai pilihan-pilihan yang berbeda-beda bahkan semakin kompleks. Dan setiap pilihan pasti akan menyisakan berbagai risiko. Dan setiap risiko tersebut akan mengantarkan kita pada masalah baru dan pengalaman baru.
Pengalam-pengalaman tersebut tentunya mesti mendewasakan kita, mesti memberikan nuansa baru dan tentunya mesti membuat kita semakin arif, bijak dan penuh dengan penerawangan pertimbangan yang paling baik. Kita memilih jurusan kuliah, memilih pendidikan, memilih pekerjaan, bahkan memilih pasangan hidup; memilih perempuan (pacar/calon istri) bagi laki-laki dan begitu sebaliknya, serta mengambil pilihan-pilihan lainnya.
Kadang kita kembali sangat kesulitan dalam menentukan pilihan-pilihan tersebut mana yang terbaik tidak hanya untung rugi dan tidak hanya dilihat SWOT-nya saja. Banyak hal, kadang mesti kita pertimbangkan dan kita banding-bandingkan. Ibarat melakukan penelitian, maka kita gunakan berbagai metode; kualitatif atau kuantitatif, atau bahkan campuran. Tentunya, dalam hidup tidak semudah itu. Banyak faktor dinamis yang melatarbelakanginya.
Aku pun begitu, memilih ini dan itu. Mesti ada banyak pertimbangan. Bagaimana kalau memilih pekerjaan atau pasangan hidup?

The First Woman



Panas terik matahari siang amat menyengat,
kepala terasa mendidih dibakar mataharia.
ku duduk di atas sadel suzuki
sambil menutup kepala dengan helm
siang itu, pertemuan yang kesekian
sejak berpisah beberapa tahun yang lalu
dia nampak lusuh,
namun senyumnya selalu menawan, dengan jilbab putihnya.
dia nampak sedih, namun selalu bisa ditutupinya
tapi aku tak bisa dibohonginya
terlihat gurat kehidupan di wajahnya
aku hanya bisa...:-(
wajah yang dulu ayu, anggun, syahdu, dan penuh keibuan
kini nampak sendu,wajahnya tidak secerah dulu
tidak sesegar dulu
ada gurat-gurat kehidupan yang nampak lekat.
dulu ia selalu tersenyum
bahkan ia tak bisa terus kupandang
selalu tertunduk malu bila kutatap matanya
ada rona merah di wajahnya.
namun itu dulu beberapa tahun yang lalu.
kutanya kabarnya dan begitu sebaliknya.
ia terlihat buru-buru pergi
meninggalkan obrolan yg blom selesai
padahal aku ingin bicara banyak hal.
ya sudahlah...
kulihat di kejauhan ia berjalan berdua
dengan seorang yg pastinya sangat ia cintai.
seseorang yang membawanya ke realitas hidup yang sejati.
sambil menawar dan membeli buah semangka
oleh-oleh buat yang di rumah.
menyusuri sisi jalanan terminal yang ramai.
sepanjang jalan aku hanya bisa memandang
mengingat masa lalu.
semoga mereka bahagia merajut mimpi berdua...
membangun rumah tangga
di atas altar kebahagian..
selasa 23 Oktober 2007

Mengapa Kita Tidak Pernah Jujur pada Diri Sendiri

Dalam hidup kadang kita 'dituntut' oleh sosial budaya di sekitar kita untuk bersikap jujur sebab kejujuran adalah suatu hal yang amat berharga dalam kehidupan kita. Mengapa disebut berharga, sebab dengan jujr maka kita akan dipercaya orang, mudah bergaul dengan orang lain. Sebaliknya, apa yang terjadi bila kita tidak jujur, alias pembohong dan penipu?
Memang, hal itu selalu terjadi. Bagaimana bila kita tidak jujur pada diri sendiri? apa yang terjadi? apa masyarakat komplain? apa masyarakat atau orang lain menjadi tidak percaya pada kita?
Nah, itu problem psikologis kita tentunya. Kadang hal ini tanpa pernah kita sadari dan resapi. Banyak sekali kebohongan dan ketidakjujuran yang kita lakukan pada diri kita. Apakah akan berpengaruh terhadap kepribadian kita? saya kira akan sangat berpengaruh pada kondisi psikologis si pelaku. Sebenarnya apa itu ketidakjujuran pada diri kita?
Mungkin para tokoh psikologi sering mambahas mengenai hal itu terkait psikologi perkembangan, atau mungkin psikologi sosial bahkan psikologi abnormal, mungkin. Saya juga kurang paham. Atau ini juga problem budaya dan sosial kita bersama. Lebih ajuh lagi karena sistem pendidikan kita yang belum mengajarkan kejujuran pada diri sendiri.
Semoga kita mau dan mampu jujur pada diri sendiri.